Bekerja Tanpa Henti: Mengapa Jam Kerja di Indonesia Sering Tidak Manusiawi?
Pernahkah kamu merasa waktu 24 jam dalam sehari tidak cukup, karena terlalu banyak dihabiskan untuk bekerja?
Jika ya, kamu tidak sendiri. Fenomena jam kerja panjang dan overwork telah menjadi masalah struktural di Indonesia.
Tak sedikit pekerja yang merasakan tekanan bekerja tanpa henti, tanpa cukup waktu untuk keluarga, kesehatan, bahkan sekadar istirahat.
Lantas, mengapa jam kerja di Indonesia bisa terasa tidak manusiawi?
Artikel ini akan membahas secara menyeluruh penyebab dan dampak jam kerja yang berlebihan di Indonesia, serta memberikan wawasan berbasis data, regulasi, dan sosiokultural.
Tujuannya adalah untuk membuka mata kita semua: sudah waktunya membicarakan work-life balance secara serius.
![]() |
Produktivitas Kerja |
Potret Jam Kerja di Indonesia
Statistik Rata-rata Jam Kerja
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata jam kerja pekerja di Indonesia mencapai 47,6 jam per minggu (2025), melampaui batas wajar yang ditetapkan oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), yaitu 40 jam per minggu.
Bahkan, sektor-sektor seperti manufaktur, transportasi, dan logistik mencatat jam kerja mingguan yang bisa mencapai lebih dari 50 jam.
Hal ini menunjukkan tingginya tingkat burnout dan stres kerja yang dialami tenaga kerja Indonesia.
Baca : Jam Kerja Panjang, Lembur Gak Dihitung: Realita Pahit Dunia Kerja di Indonesia
Perbandingan Internasional
Bandingkan dengan negara seperti Jerman (34,7 jam/minggu) atau Belanda (30,3 jam/minggu), terlihat jelas bahwa Indonesia masih jauh dari praktik kerja sehat.
Di negara-negara tersebut, efisiensi dan produktivitas kerja tidak diukur dari lamanya waktu kerja, tapi dari hasil dan kualitasnya.
Faktor Penyebab Jam Kerja Tidak Manusiawi
Budaya Lembur = Loyalitas?
Di banyak perusahaan, terutama swasta dan sektor informal, lembur dianggap sebagai simbol dedikasi dan loyalitas.
Karyawan yang pulang "tenggo" (tepat waktu) kerap dianggap kurang berdedikasi.
Padahal, bekerja berlebihan justru menurunkan produktivitas jangka panjang.
Upah Minimum yang Tidak Cukup
Rendahnya upah minimum membuat banyak pekerja terpaksa menambah jam kerja demi memenuhi kebutuhan hidup.
Mereka memilih lembur atau kerja tambahan, bukan karena ingin, tapi karena harus.
Baca : Kenapa Jam Kerja di Indonesia Gak Masuk Akal? Ini Fakta dan Realitanya!
Regulasi Ketenagakerjaan yang Lemah
Walaupun Indonesia memiliki Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 yang mengatur waktu kerja maksimal 40 jam/minggu, kenyataannya implementasi di lapangan sangat lemah.
Banyak perusahaan melanggar ketentuan tanpa sanksi tegas.
Tidak Ada Serikat Pekerja yang Kuat
Serikat pekerja seharusnya menjadi benteng pertahanan hak-hak buruh, termasuk waktu kerja yang wajar.
Namun, di banyak sektor, serikat lemah atau bahkan tidak ada. Ketika suara buruh dibungkam, eksploitasi makin subur.
Dampak Jam Kerja Panjang terhadap Kehidupan Pekerja
Kesehatan Fisik dan Mental
Jam kerja panjang telah dikaitkan dengan berbagai gangguan kesehatan seperti:
Penyakit jantung
Gangguan tidur
Kesehatan mental menurun (stres kronis, kecemasan, depresi)
Burnout dan Penurunan Produktivitas
Burnout bukan hanya rasa lelah, tapi kondisi serius yang menyebabkan turunnya motivasi, konsentrasi, dan kualitas kerja.
Ironisnya, banyak perusahaan justru memaksa produktivitas dengan menambah jam kerja, bukan meningkatkan efisiensi.
Menurunnya Kualitas Hidup dan Relasi Sosial
Pekerja yang terlalu lama di kantor kehilangan waktu bersama keluarga, sulit menjaga relasi sosial, dan jarang punya waktu untuk dirinya sendiri.
Ini memperburuk work-life balance dan menurunkan kualitas hidup secara keseluruhan.
Baca : Bagaimana Uang Bisa Mengendalikan Kehidupan?
Sudut Pandang Kapitalisme dalam Dunia Kerja
Manusia sebagai Mesin Produksi
Kapitalisme modern seringkali menempatkan tenaga kerja sebagai alat produksi semata.
Efisiensi bukan lagi soal kerja cerdas, tapi kerja lebih banyak.
Sistem ini mendorong eksploitasi tenaga kerja demi laba maksimal.
Tenaga Kerja Indonesia: Murah dan Tersedia
Upah murah dan populasi besar menjadikan Indonesia ladang ideal untuk outsourcing dan eksploitasi buruh.
Tanpa perlindungan memadai, buruh menjadi korban sistem ekonomi yang tidak adil.
Apa yang Bisa Dilakukan?
Revisi Regulasi dan Penegakan Hukum
Pemerintah perlu meninjau ulang UU Ketenagakerjaan agar lebih berpihak pada hak-hak pekerja.
Selain itu, pengawasan dan sanksi terhadap pelanggaran jam kerja harus diperkuat.
Baca : Cara Agar Tidak di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja)
Peran Serikat dan LSM
Penguatan serikat pekerja, kerja sama dengan LSM buruh, dan kampanye publik penting untuk mengedukasi dan membela hak-hak pekerja.
Semakin banyak suara, semakin besar kemungkinan perubahan.
Budaya Kerja Baru: Efisiensi, Bukan Durasi
Perusahaan perlu mulai menggeser paradigma: bukan siapa yang paling lama kerja, tapi siapa yang paling efektif.
Ini bisa dimulai dari pelatihan manajemen waktu, penggunaan teknologi, dan penilaian berbasis hasil.
Pendidikan dan Kesadaran Diri Pekerja
Pekerja juga harus sadar akan hak-haknya.
Edukasi melalui media sosial, komunitas, dan organisasi bisa membantu meningkatkan keberanian untuk bersuara dan menolak eksploitasi.
Baca : Tips Untuk Tidak Melupakan Hal Yang Detail
Kesimpulan
Jam kerja yang tidak manusiawi bukan hanya isu ketenagakerjaan, tapi juga isu kesejahteraan, kesehatan publik, dan keadilan sosial.
Jika dibiarkan, Indonesia akan terus mencetak generasi pekerja yang lelah, tidak bahagia, dan tidak produktif.
Sudah saatnya kita menyadari bahwa manusia bukan mesin.
Keseimbangan hidup, perlindungan hukum, dan sistem kerja yang adil harus menjadi prioritas bersama.
Dan itu bisa dimulai dari satu langkah kecil: mempertanyakan dan mengubah budaya kerja kita.
Baca : Atasi Dengan Ini Jika Stress Dalam Bekerja
FAQ
1. Berapa jam kerja maksimal yang diatur di Indonesia?
Menurut UU No. 13 Tahun 2003, maksimal 40 jam/minggu (8 jam/hari untuk 5 hari kerja atau 7 jam/hari untuk 6 hari kerja).
2. Apakah lembur di Indonesia selalu dibayar?
Secara hukum, lembur harus dibayar.
Namun, praktik di lapangan sering tidak sesuai, terutama di sektor informal.
3. Apa risiko kesehatan dari jam kerja panjang?
Risikonya antara lain: tekanan darah tinggi, gangguan tidur, stres, depresi, hingga penyakit jantung.
4. Kenapa perusahaan senang mempekerjakan lembur?
Karena dianggap efisien secara biaya, terutama jika pekerja tidak menuntut upah lembur atau tidak tahu haknya.
5. Bagaimana cara melawan jam kerja tidak manusiawi?
Gabung serikat pekerja, pelajari hak-hak ketenagakerjaan, dan dukung perubahan regulasi serta budaya kerja sehat.