Lahirnya PERS di Indonesia - ZEEVORTE

Lahirnya PERS di Indonesia


Lahirnya PERS di Indonesia - Dunia pers dalam arti yang luas dapat disebut juga dengan media massa, sedangkan dalam arti ruang lingkup kecil pers ini dapat diartikan sebagai surat kabar atau majalah. Pengertian pers dalam arti luas maupun arti sempit ini terdapat dalam sebuah kata Leksikon Komunikasi.

Secara garis besar sejarah lahirnya perkembangan Pers di Indonesia dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu sebelum era kemerdekaan, dan pada masa kemerdekaan. Perkembangan pers di Indonesia pada masa sebelum era kemerdekaan fokusnya pada pergerakan nasional.

Namun, pada sesudah kemerdekaan antara lain demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin (orde lama) dan demokrasi Pancasila (orde baru) dan era reformasi atau transisi dari otoriter ke demokrasi.  

A. Lahirnya PERS di Indonesia sebelum kemerdekaan

Dalam perkembangan pers di Indonesia mulai terlihat pada masa pergerakan nasional, yaitu sejak bulan Mei tahun 1908 atau sejak lahirnya pergerakan Budi Utomo. Adanya pers pada masa ini merupakan sarana komunikasi yang utama yang diperlukan untuk meningkatkan persatuan, kesadaran nasional dan kebangkitan bangsa Indonesia.

Dalam masa sebelum era kemerdekaan, pers merupakan bagian yang penting dalam pergerakan nasional, walaupun pada saat itu kegiatan praktis semakin terlihat yang dilakukan oleh organisasi-organisasi yang ada di Indonesia.  

Bahkan dengan perkembangan pergerakan nasional menuntut lebih banyak sarana penerangan dan perkembangan persatuan wartawan. Perjuangan untuk bisa memerdekaan Indonesia juga dilakukan oleh kalangan wartawan dan pers, terbukti dengan pada waktu itu munculnya berbagai majalah dan surat kabar seperti Benih Merdeka, SoeraRakyat Merdeka, Fikiran Ra’jat, Daulat Ra’jat Soera Oemoem dan lain sebagainya, serta Organisasi Persatoen Djoernalis Indonesia (Perdi).  

Pada saat pendudukan militer jepang, pers di Indonesia ditutup rapat. Jepang takut dengan adanya pers maka rakyat Indonesia bisa bersatu dan mengusir jepang dari Indonesia. Jepang kemudian memiliki inisiatif untuk menerbitkan surat kabar dan majalah di beberapa kota-kota besar di Indonesia dengan kewajiban menyajikan propaganda untuk kepentingan ambisi Jepang.

Namun, para para wartawan asal Indonesia yang bekerja di penerbitan-penerbitan yang dikuasai secara ketat oleh jepang tetap melibatkan diri dalam pergerakan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia secara penuh.  

Bahkan untuk sebagian para tokoh pers Indonesia aktif dalam persiapan proklamasi kemerdekaan bersama para pemimpin organisasi politik nasional.

Setelah Soekarno dan Moh. Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, wartawan sangat dibutuhkan untuk menyebarluaskan pernyataan kemerdekaan Indonesia sehingga seluruh rakyat Indonesia dan bangsa-bangsa lain dapat mengetahui bahwa negara kita sudah merdeka.

Maka, para wartawan berperan penting untuk menyebarluaskan berita Indonesia merdeka, dan mempertahankan kemerdekaan dan mencegah kembalinya penjajahan Belanda di Indonesia.  

B. Lahirnya perkembangan PERS pada massa kemerdekaan

Setelah membahas tentang lahirnya perkembangan PERS pada massa awal era kemerdekaan, mari kita lanjutkan dengan membahas sejarah perkembangan PERS pada massa kemerdekaan. Pada masa kemerdekaan ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu pada era demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin dan era demokrasi Pancasila (Orde baru).  

1. Era demokrasi parlementer

Era demokrasi parlementer pola pertentangan antara kelompok pemerintah dan kelompok oposisi dalam dunia kepartaian juga ditumbuhkan dalam dunia pers. sehingga timbul di satu pihak pers mendukung kabinet, dan dilain pihak pers oposisi juga ada.

Akan tetapi di samping itu, ada juga pers yang memilih pola pers bebas seperti negara-negara liberal dengan kadar kebebasan dan persepsi tanggung jawab yang banyak ditentukan oleh wartawan masing-masing.  

2. Era demokrasi terpimpin dan demokrasi Pancasila (Orde lama dan Orde baru)

Era orde lama dan juga orde baru, negara kita mengembangkan pers otoriter pada masa itu. Bahkan pers otoriter menggunakan pers yang digunakan sebagai kontrol pemerintah, pers digunakan untuk mendukung dan membantu politik pemerintah yang berkuasa untuk mengabdi kepada negara.  

Muis merupakan salah seorang ahli/pakar dalam pers nasional menggambarkan perkembangan pers di kedua era tersebut tampak pada kebijakan media di tentukan oleh pemerintah ditempatkan di atas hukum media (media law). Akibat dengan adanya dari kebijakan ini maka akan lahir format tanggung jawab pers adalah tanggung jawab politik, bukan tanggung jawab hukum.  

Dengan melakukan pelaksanaan tanggung jawab pers bukan bukan dihadapan hakim (pengadilan) melainkan dihadapan pejabat-pejabat Departemen Penerangan dan atau di hadapan pejabat pejabat Departemen Pertahanan dan tindakan represif lainnya, dalam rangka menciptkan kondysuo serta menciptakan situasi yang kondusif serta menciptakan stabilitas nasional yang mantap dan dinamis.  

Sistem PERS era Orde Baru menggunakan istilah pers Pancasila dan sistem pers yang bebas dan bertanggung jawab (meniru social responbility). Tetapi doktrinnya tidak lain adalah doktrin pers rasa otoriter. Sistem pers Orde Lama tidak memiliki nama khusus, tetapi dalam praktek sama dengan sistem Orde Baru (otoriter).  

3. Pers era reformasi

Pada era reformasi dewasa ini tanpa banget kebijakan media hampir sepenuhnya berada di tangan pemilik media, maksudnya komunikasi dari pemerintah lebih berupa himbauan kepada media agar mematuhi rambu rambu etika dan hukum yang berlaku.

Kecuali di daerah-daerah rusuh yang dikenakan Keadaan Darurat Sipil seperti di Maluku, disana kebijakan media sepenuhnya di tangan penguasa darurat sipil, sehingga bisa terjadi pembredelan dan sensor juga.  

Sejak adanya Undang Undang. No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, mulai dikenal yang namanya fenomena pers bebas. Sebagai contoh, salah satu peraturan yang terdapat dalam UU tersebut yaitu tidak ada syarat-syarat untuk menjadi wartawan atau penerbit pers.  

Kebebasan pers ini ternyata dirasakan oleh Presiden Abdulrahman Wahid kala itu. Pasalnya kala itu Pers dinilai sangat merugikan presiden, hal itu dikarenakan peme\beritaan yang dilakukan tidak sesuai dengan kekayaan serta cara-cara pemberitaan yang tidak benar termasuk cara yang disebut “memelintir kata-kata” (spinning of words).  

Jadi, untuk mengatasi hal tersebut, Presiden kemudian membuat sebuah keputusan pada bulan Mei 2001 yaitu membuat Tim pemantau media, tim ini hampir sama dengan media watch (pengawas media) pemerintah. Tujuan dibentuk tim pemantau media ini adalah untuk menuntut secara hukum (pidana atau perdata) terhadap media massa yang dinilai merugikan pemerintah.  

Pada era Presiden Megawati Soekarnoputri kondisi perkembangan pers masih relatif sama dengan pemerintahan sebelumnya, yakni hubungan pers dengan presiden tidak begitu harmonis, bersahaja dan masih banyak masalah. Pemberitaan pers sering dinilai merugikan presiden. 

Terhadap fenomena kebebasan pers di atas, menunjukkan bahwa semua media massa mempunyai ideologi (Misi) yang ditentukan oleh pemilik dan dilaksanakan oleh reaksi (editorial policy).

Hal ini memang sudah merupakan tradisi pers terutama pers bebas sejak kemunculan alat cetak kuno temuan Johan guttenberg di Jerman (1445), tradisi itu kemudian diikuti oleh media lain khususnya media penyiaran.