Harapan Warga Tugu Khatulistiwa Untuk Ibu Kota Baru Indonesia


Harapan Warga Tugu Khatulistiwa Untuk Ibu Kota Baru Indonesia - Sebelumnya selamat kepada bapak presiden Jokowi Widodo dan bapak K.H. Maruf Amin periode 2019-2024 yang sudah memenangkan pemilu 13 Mei 2019. Dengan kemenangan ini diharapkan pemerintahan secepatnya untuk memindahkan Ibu Kota Jakarta, Indonesia pindah ke suatu tempat di luar pulau Jawa. Karena dengan adanya perpindaha ibu kota Jakarta diharapkan mampu mewujudkan nilai yang prinsip, soal pemerataan, keadilan, keseimbangan pembangunan.

Sedikit informasi sebelumnya beberapa negara juga pernah memindahkan ibu kotanya dengan berbagai alasan ada yang sekali dan ada juga yang dua kali, contohnya negara Australia pernah memindahkan ibu kota dari Melbourne ke Canberra, untuk kompromi kekuasaan. Pakistan pada tahun 1960 dari Karachi ke Islamabad untuk pemerataan pembangunan. Sedangkan Brazil pada tahun 1960 dari Rio De Janerio ke Brasilia, karena kepadatan populasi dan untuk mengantisipasi serangan dari laut. Pada tahun 1991, Nigeria juga pernah dari Lagos ke Abuja yang letak geografisnya di tengah untuk pemerataan akses rakyat ke pemerintah. Lalu pada tahun 2005, ketika Junta Militer Myanmar memindahkan ibu kota dari Yangon ke Napyidaw, secara resmi letak geografis jadi alasan pemerintah.


Nah, sedangkan alasan Presiden Jokowi Widodo ingin memindahkan ibu kota Jakarta ke luar Pulau Jawa adalah daya dukung sumber mata air, lingkungan sekitar ibu kota Jakarta, dan lalu lintas untuk komoditi pengguna kendaraan motor dan mobil sudah tidak memungkinkan lagi. Dengan begitu diputuskan untuk pindah di luar Pulau Jawa yaitu Pulau Kalimantan Tengah, tepatnya di kota Palangkaraya. Ternyata persetujuan ini di dukung penuh oleh Bambang Brojonegoro sebagai Kepala Kementrian PPN/Bappenas mengatakan bahwa "Usulan untuk memindahkan ibu kota dari Jakarta, pertama tentunya kita ingin punya ibu kota yang memang pantas menggambarkan NKRI. Tidak hanya meneruskan tradisi dari pemerintah kolonial Belanda, tetapi juga kita ingin ibu kota yang bisa menimbulkan kegiatan ekonomi baru khususnya di luar Pulau Jawa. Dan rencana hijrah ini untuk memindahkan ibu kota Jakarta sudah pernah dilakukan oleh jaman kolonial Belanda namun belum terealisasikan, lalu dilanjutkan lagi oleh presiden pertama Ir. Soekarno masih belum terealisasi, apalagi presiden setelahnya juga hanya sekedar wacana. Bahkan di saat jaman presiden Susilo Bambang Yudhoyono sempat melontarkan tawaran solusi untuk mengatasi banjir dan kemacetan di Jakarta, dengan memindahkan pusat pemerintahan atau membuat ibu kota baru. Namun semua itu tidak lanjuti lagi sekedar wacana.

Namun, di saat jaman presiden Jokowi Widodo barulah rencana atau wacana akan terwujud setelah melalui banyak perbincangan dan sosialiasi dengan pejabat pemerintaha dan masyarakat karena pada tahun 2015 pak Jokowi Widodo sudah meminta Bappenas untuk mengkaji rencana pemindahan ibu kota. Dalam Rapat Kabinet Terbatas 29 April 2015. Lalu respon dari Bappenas kepada bapak Jokowi adalah pertama Walau begitu, mengikuti fitrahnya, pemindahan ibu kota tak hanya soal Jakarta. Manfaat rencana ambisius ini harus lebih besar dari sekadar mengurangi kendaraan macet di Jakarta dan menghindarkan mobil mewah pejabat dari kotor serta air banjir. Yang untung tak boleh hanya Jakarta dan ibu kota baru nanti, namun juga daerah-daerah di sekitarnya dan masyarakat Indonesia non-Jakarta harus mendapatkan keuntungan yang merata dan adil.

Pemerataan pembangunan jadi janji-janji yang menggiurkan. Namun, jika rencana ini adalah wujud keseriusan pemerintah membangun ekonomi di luar Jawa dan menyudahi segala yang Jakarta-sentris, harus ada strategi yang jelas agar target-target berindikator nyata betul terejawantahkan di tataran teknis. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira, mewanti-wanti pemerintah sebelum rencana akbar itu dijalankan. Menurutnya, pemindahan fungsi pemerintahan tak akan berdampak banyak pada pemerataan ekonomi. Alasan tersebut sejalan dengan pembangunan infrastruktur dan kawasan ekonomi yang dalam lima tahun terakhir ditekankan ke luar Jawa. Maka, pemindahan ibu kota seakan menjadi keping puzzle terakhir bagi pemerintahan Jokowi untuk menunjukkan political will-nya dalam membangun Indonesia yang bukan Jawa.

Nah, untuk itu harapan saya sebagai warga yang tinggal Khatulistiwa kepada pemerintahan bapak Jokowi Widodo periode 2019-2024 nanti adalah untuk bisa menyetarakan ekonomi, budaya, internet dan listrik karena di pedalaman suku Kalimantan ada sisanya masih ada 616 desa yang masih belum menikmati listrik PLN. Namun menurut Gubernur Sutarmidji, Kalimantan Barat mengatakan bahwa 50 desa yang akan segera berlistrik tersebut tersebar di 10 Kabupaten. Sebanyak 20 desa di Kabupaten Sintang, 9 desa di Kabupaten Landak, 7 desa di Sanggau, 7 desa di Kapuas Hulu, 7 desa di Melawi, 4 desa di Ketapang, 3 desa di Sekadau dan masing-masing 1 desa di kabupaten Sambas, Mempawah, dan Kubu Raya, sisanya masih ada 10 desa lagi yang akan dilaksanakan perluasan jaringan.
Sumber : nasional.republika.co.id


Saya selaku anak Borneo atau Kalimantan yang tinggal menjadi warga negara Indonesia berharap besar bisa berdampak kepada kesetaraan apa yang di rasakan oleh warga Jakarta, Bandung, Bali, Surabaya, Palangkaraya, Medan, Pekanbaru bisa memiliki jembatan layang, kereta api, gedung-gedung tinggi dan memiliki teknologi yang bagus dan maju. Saya yakin masyarakat akan merasa senang dan bahagia infraktstuktur di perbatasan dan pedalaman merasakan jalan aspal, menikmati internet, listrik, pastinya bisa mendapatkan pekerjaan di pusat kota.

Cupilkan video Palangkaraya menjadi ibu kota Indonesia

#Bappenas #IbuKotaBaru

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel